作词 : Amien Kamil 作曲 : Marjinal/Yoko Nomura Hari itu, udara bagaikan tungku. Sementara berhala kekuasaan telah lama menggantikan Tuhan. Mesin jagal bak taring srigala, siap mengerkah siapa yang beda warna siap menggilas lagi yang lain ideologi. "Ssstttt..... intrik berdengung, bersiul  nyaring di bawah meja, desas-desus  berhembus Dewan Jendral kudeta.” Hukum rimba merasuki urat nadi menjadi duri melanda negri, adu domba kasta jadi prahara Tanda silang di pintu korban sungai berdarah hanyutkan dendam Tiada asuransi apalagi puisi kecuali kata sandi, penentu hidup dan mati Lewat corong penindasan kabarkan berita: "Mereka semua sudah dikuburkan, tunggu kabar kematian berikutnya" Laskar serdadu penindasan  berderak menunggangi kuda kematian menyapu kota serta desa-desa. Perkebunan tebu jadi ladang pembantaian lumbung kematian dan beribu korban tertanam tanpa ritus penguburan apalagi nisan (Mayat menggunung sepanjang Oktober 65 awan hitam membumbung di angkasa, Pancaroba sejarah,  menelan ribuan korban mati sia-sia.) Hari itu, hati kita membatu terbagi dalam kubu-kubu serta keyakinan yang semu Langit mendung mengurung Nusantarapembantaian massal terjadi dimana-mana, pribumi lugu tanpa dosa diburu, dibuang ke Pulau Buru : "Tapol" Cap itu dilekatkan pada kami, menghitung hari terkurung sangkar besi dikelilingi kawat berduri Dari kesunyian yang panjang terentang, dikucilkan tanpa pengadilan suara dibungkam kesaksian diperam dalam pikiran. "Nyai, aku sekarang terkurung disini. Semoga di fajar mendatang, nurani mereka tak terkebiri lagi. Prahara sejarah tak kan terulang dan cukuplah sekali. Cukup sekali!"